Senin, 27 April 2015



Metode sel punca (stem cell) kini mulai banyak dilakukan pada anak-anak yang menderita autisme. Sel-sel induk tersebut akan bekerja mengganti sel-sel yang rusak. Konsultan Stem Cell dari Unistem Clinic Karina F Moegni mengatakan, akan terjadi perbaikan pada anak autis setelah menjalani terapi sel punca. Perbaikan yang dialami berbeda-beda tergantung anak autis tersebut. “Misalnya, yang tadinya enggak ada kontak mata jadi ada, yang tadinya hiperaktif jadi bisa tenang. 

Atau untuk anak autis yang disertai epilepsi, jadi berkurang kejang-kejangnya. Perbaikannya pasti bisa kita lihat,” terang Karina dalam seminar Teknologi Autologous Stem Cell di Jakarta, Sabtu (17/1/2014). Karina menjelaskan, sel punca dapat bekerja membentuk pembuluh darah baru pada anak autis. Sel punca juga dapat mengetahui ketika ada imun dalam tubuh yang kacau. 

Teknik yang dilakukan adalah activated autologous stem cell. Pada teknik ini, sel diambil dari tubuh manusia itu sendiri atau bukan dari sel orang lain. Sel diambil dari jaringan lemak pasien yang kemudian dimasukkan ke dalam tubuh dengan infus. Dengan teknik ini, tidak ada resiko penolakan sel karena diambil dari tubuh yang sama. “Stem cell akan berjalan sendirinya menuju sel-sel yang rusak. Dia enggak pandang bulu, stem cell itu langsung lari ke organ-organ vital, jantung, pankreas, hati, hingga ke otak,” kata dia. 

Karina mengaku cukup banyak menangani pasien autis dengan teknik activated autologous stem cell ini. Ia juga pernah menangani anak usia tiga tahun yang mengalami cerebral palsy atau kerusakan pada otak. Metode sel punca (stem cell) kini mulai banyak dilakukan pada anak-anak yang menderita autisme. Sel-sel induk tersebut akan bekerja mengganti sel-sel yang rusak. 

 Konsultan Stem Cell dari Unistem Clinic Karina F Moegni mengatakan, akan terjadi perbaikan pada anak autis setelah menjalani terapi sel punca. Perbaikan yang dialami berbeda-beda tergantung anak autis tersebut. “Misalnya, yang tadinya enggak ada kontak mata jadi ada, yang tadinya hiperaktif jadi bisa tenang. Atau untuk anak autis yang disertai epilepsi, jadi berkurang kejang-kejangnya. Perbaikannya pasti bisa kita lihat,” terang Karina dalam seminar Teknologi Autologous Stem Cell di Jakarta, Sabtu (17/1/2014). Karina menjelaskan, sel punca dapat bekerja membentuk pembuluh darah baru pada anak autis. Sel punca juga dapat mengetahui ketika ada imun dalam tubuh yang kacau. Teknik yang dilakukan adalah activated autologous stem cell. Pada teknik ini, sel diambil dari tubuh manusia itu sendiri atau bukan dari sel orang lain.

Sel diambil dari jaringan lemak pasien yang kemudian dimasukkan ke dalam tubuh dengan infus. Dengan teknik ini, tidak ada resiko penolakan sel karena diambil dari tubuh yang sama. “Stem cell akan berjalan sendirinya menuju sel-sel yang rusak. Dia enggak pandang bulu, stem cell itu langsung lari ke organ-organ vital, jantung, pankreas, hati, hingga ke otak,” kata dia. Karina mengaku cukup banyak menangani pasien autis dengan teknik activated autologous stem cell ini. Ia juga pernah menangani anak usia tiga tahun yang mengalami cerebral palsy atau kerusakan pada otak.

Seorang okupasi terapis, Linggar Prasetyo, menyatakan tidak sedikit pemyandang autis yang perlu diterapi secara fisik. Beberapa Anak autis kurang menerima rangsang sensorik dari lingkugnan. Misalnya tidak mau dipegang, sentuhan penolakan, tidak mau bermain di plosotan, tidak mau melompat dan sebagainya. "Kalau ada penolakan seperti itu otomatis menjadi penghambat. 

Ada Pendekatan khusus yaitu memberikan sentuhan ke sendi dan sikap," jelasnya. Untuk membuat penyandang autis mau melompat misalnya, perlu waktu berbulan-bulan. Jika tidak ada masalah dengan otot, tapi hanya terkait koordinasi sensor dan gerak, paling tidak butuh waktu tiga bulan. Yang terpenting, penyandang autis mau meniru gerakan. (*)

Apakah Anda sering mengalami kram pada betis? Jangan biarkan berlarut-larut bila tak ingin berakibat fatal.

Kram atau istilah medisnya disebut insufisiensi vena disebabkan katup vena pada betis tidak berfungsi dengan baik.

Vena atau pembuluh darah balik bertugas mengembalikan darah ke jantung.  Namun karena mengalami gangguan, darah akhirnya menggumpal di bagian betis. 

Berbeda dari pembuluh darah dari kepala ke bawah yang mengalir turun karena gravitasi, aliran darah pada pembuluh darah kaki dapat bergerak karena ada rangsangan dari otot. Apabila tidak ada rangsangan, maka darah akan menggumpal.

Tidak hanya kram saja. Bila dibiarkan, insufisiensi vena akan menyebabkan kaki bengkak hingga korengan (otot kaki mengeras sehingga kulit tidak mendapatkan makanan). 

"Bahkan kematian mendadak karena gumpalan darah menyumbat sistem aliran darah pembalik. Kasus ini disebut emboli paru. Nah banyak orang yang salah kaprah jika kematian mendadak disebabkan jantung," papar Dr.R.Suhartono, MD, Ketua Perhimpunan Spesialis Bedah Vaskular dan Endovaskular Indonesia dalam talkshow yang diadakan SOHO Group di The 3 House, Kuningan Village, Sabtu (27/4/2013).

Gejala yang dapat dirasakan adalah pegal-pegal dan munculnya varises.
Kasus ini, katanya, sering dialami mereka yang terlalu lama berdiri atau duduk, misal penumpang pesawat.

"Makanya pada maskapai tertentu ada himbauan untuk menggerakkan kaki, sesekali berjalan, dan banyak minum air. Gunanya supaya darah mengalir lancar," ujarnya.
Ibu hamil juga tergolong paling rentan karena jarang bergerak dan pembuluh darah agak tertekan seiring rahim yang membesar. 

Untuk itu, ia menyarankan agar mengatur posisi tidur. "Tidurlah dalam posisi tubuh menyamping ke kiri  karena pembuluh darah balik berada di sebelah kanan. Lalu kaki juga disanggah," ujarnya.